Sabtu, 08 September 2012

KAPAN TAEKWONDO KITA BISA MAJU??

Kalimantan Barat, salahsatu propinsi terbesar di Indonesia. 
Hhhmmm, mendengar kata terbesar pastilah asumsi kita mengarah ke hal-hal yang bersifat agung, kaya, hebat dll. Yah setidaknya itu juga ada dibenak saya kalu mendengar kata "terbesar".

Dan kalimat "Kalimantan Barat, salahsatu propinsi terbesar di Indonesia" mungkin bisa membuat orang luar Kalimantan Barat berasumsi seperti itu.
Saya berharap demikian, tapi sepertinya masyarakat Indonesia di luar pulau Kalimantan khususnya pulau Jawa masih mengasumsikan Kalimantan = hutan belantara, orang-orangnya kanibal, sangat terbelakang, banyak sekali binatang liar dll. Hahahaha, entahlah kenapa mereka bisa berasumsi seperti itu, mungkinkah itu semua benar? Atau pemerintah jaman dulu sengaja mendoktrin masyarakat luar pulau Kalimantan dengan pikiran-pikiran seperti yang telah saya sebut di atas? Entahlah, tapi yang pasti saya dan kita semua yang hidup dan menetap di pulau ini kemungkinan besar pasti menyangkal, tertawa, marah dll akan semua hal-hal di atas kan?
Saya jadi ingat cerita teman yang pernah kuliah di Jawa, rekannya yang sesama mahasiswa (yang asli Jawa) benar-benar tak tau dimana Pontianak! (mahasiswa gak tau dimana Pontianak???) Dia cuma tahu Kalimantan, dan pengetahuannya pun sebatas yang saya sebutkan tadi! hahahahaha.

Oke, kita bahas judulnya sekarang. 
Seperti yang telah saya sebutkan tadi masyarakat luar Kalimantan khususnya pulau Jawa kebanyakan memang menganggap seperti itu, dan itu juga berlaku di olahraga. Memang tidak semua olahraga di Kal-Bar ini menunjukkan prestasi negatif. Banyak juga atlit-atlit asli Kal-Bar yang mengharumkan nama Indonesia di tingkat nasional dan bahkan dunia. Yang paling terbaru dan paling terkenal tentulah "si tukang pukul" Daud Yordan. Untuk atlit-atlit cabang olahraga lain? Hhhmmm ada Erwin Anwar dari balap sepeda (yang sekarang menjabat Ketua Harian Taekwondo Kal-Bar), Maruki Matsum (balap sepeda), Suwandra (balap sepeda), Verdiana Rihandini (anggar), Indra (atletik), Damianus Yordan(tinju) dan masih banyak lagi.

Lalu bagaimana dengan atlit dari taekwondo? Untuk yang satu ini kita hanya bisa pasang wajah bingung. Ya benar, karena setahu saya belum pernah ada atlit Kalimantan Barat yang mewakili Indonesia di even internasional (beberapa waktu lalu memang ada Deni dan Tania dan anak-anak Super Champ namun itu sebatas open turnamen dan bukan multieven seperti SEA Games dll).

Lalu kenapa taekwondo Kalimantan Barat belum pernah punya prestasi yang membanggakan? Jawabannya bisa banyak sekali, tapi saya ambil beberapa diantaranya.

Tidak ada program regenerasi dari Pengurus.(menurut saya) Inilah yang jadi permasalahan utama kenapa prestasi TI  Kalimantan Barat belum pernah mencapai hasil maksimal. Sejak jaman saya aktif sebagai atlit (tahun 2000-2011), belum pernah saya dengar atau merasakan secara langsung program pembinaan usia dini sebagai regenerasi atlit-atlit TI Kal-Bar. Kalaupun ada atlit junior yang mencuat, bukanlah lahir dari hasil regenerasi atlit yang direncanakan oleh para pengurus TI Kal-Bar. Mereka lahir dari polesan pelatih yang benar-benar memahami mereka dan dengan bakat alam yang luar biasa seperti Bangun Kristanto, Lizawati, Dian Tardila. Mereka adalah berkah untuk TI Kal-Bar, karena pengurus tak perlu susah payah membuat program regenerasi, pelatihan dll.

Sangat amat teramat jarang kejuaraan yang digelar. Hal ini membuat saya sangat amat teramat marah dengan pengurus pada masa lalu saat masih aktif menjadi atlit. Seingat saya dari rentang 2000-2010 TI Kalimantan Barat hanya pernah menggelar lima kejuaraan!!! Itupun sudah termasuk even PORPROV yang merupakan multi even gawean KONI Kal-Bar (PORDA 2002, PORPROV 2006 dan PORPROV 2010). Jadi kalau dihitung hanya DUA kali (Kejurda 2005 dan Kejurprov 2009) TI Kal-Bar pernah menggelar kejuaraan atas nama mereka dalam rentang waktu 10 tahun!  Luar biasa bukan? bisakah kita berprestasi bila seprti ini?

Tak pernah ada pelatda/tc jangka panjang untuk terus mengasah kemampuan atlit. Kebiasaan pengurus TI Kal-Bar yang selalu menggelar pelatda/tc dalam waktu singkat dan kemudian membubarkan tim setelah kejuaraan berlangsung (ini juga dilakukan oleh beberapa pelatih di daerah dan di kota), membuat para atlit seperti pisau yang hanya diasah 1 kali 1 tahun. Waktu pelatda/tc yang sangat singkat, belum lagi sarana dan prasarana latihan yang sangat amat teramat sederhana, menyebabkan para atlit Kalimantan Barat hanya selalu menjadi pelengkap pada kejuaraan-kejuaraan tingkat nasional. Bahkan saat saya terpilih untuk mengikuti Kejurnas LG Cup V di Jakarta kami hanya melakukan tc selama dua minggu saja!

Ketiadaan pelatih mumpuni yang memadai. Dengan segala hormat kepada para pelatih, harus diakui kalau TI Kalimantan Barat belum memiliki pelatih dengan standar nasional yang mumpuni. Memang ada beberapa pelatih yang pernah diikutkan untuk menjalani penataran pelatih tingkat nasional, namun penataran yang diikuti itu hanyalah penataran tingkat dasar. Dan jumlah pelatih yang mengikuti program itu hanya beberapa orang saja.

Dengan alasan-alasan itulah maka TI Kalimantan Barat sampai sekarang belum pernah merasakan manisnya gelar juara di tingkat nasional apalagi internasional. Bahkan disetiap even nasional rata-rata atlit-atlit daerah unggulan dari daerah Jawa yang mendapatkan drawing pertandingan pertama tak pernah melihat Kalimantan Barat sebagai sebuah ancaman. 

Lalu apa yang akan terjadi dengan taekwondo Kalimantan Barat nanti apabila hal-hal ini masih kita terapkan????


Tidak ada komentar:

Posting Komentar